Senin, 28 September 2020

Siapkah Kita Beraktivitas Dalam Kondisi New Normal ?

Reporter: Novianita Sari

Editor: Novianita Sari

Saat ini Indonesia tengah berusaha menjalankan new normal pada kondisi pandemi virus Corona (COVID-19). New normal dikatakan sebagai cara hidup baru di tengah pandemi virus corona yang angka kesembuhannya makin meningkat. Beberapa daerah telah membuat aturan terkait penerapan new normal sembari terus melakukan upaya pencegahan COVID-19. Masyarakat diharapkan mengikuti aturan tersebut dengan selalu menerapkan protokol kesehatan.

Pada prinsipnya, new normal adalah fase di mana Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilonggarkan dan publik diperbolehkan untuk kembali beraktivitas dengan sejumlah protokol kesehatan yang ditentukan pemerintah sebelum ditemukannya vaksin. Langkah ini dijalankan pemerintah untuk memulihkan produktivitas perekonomian masyarakat agar kembali bergeliat setelah terpuruk di kuartal pertama. Adapun pada kuartal I-2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar 2,97%. Selain oleh faktor pertumbuhan positif pada kuartal I 2020, faktor rupiah yang terapresiasi cukup signifikan oleh mekanisme pasar.

Dilema Dibalik New Normal

Selama ini kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan berbagai pembatasannya di tengah pandemi sungguh membawa dampak bagi dunia usaha. Memang tidak ada yang salah dari kebijakan tersebut, karena memang sebagai upaya untuk memutus penyebaran virus corona itu sendiri. Namun, seperti kita rasakan bersama bahwa dampaknya terhadap perekonomian otomatis tak bisa kita hindari. Semua itu bisa kita lihat kolapsnya dunia usaha akibat dari lesunya produktifitas dan minimnya penjualan.

Pandemi ini memang memberi permasalahan kompleks. Jujur harus kita akui bersama bahwa hidup berdampingan dengan virus Corona yang hingga kini belum ada vaksinnya bukanlah perkara yang mudah. Pasalnya, banyak mata rantai yang perlu terprokteksi. Mulai pemotongan mata rantai penularan sampai dengan ketersediaan tenaga medis di negeri ini. Begitupun bagi yang tidak terdampak langsung dengan covid-19, sudah tentu membawa dampak ekonomi akibat pelaksanaan pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Wajar adanya, jika tatanan nomal ini sejatinya dinantikan oleh masyarakat demi sirkulasi atau kegiatan perekonomian rakyat. Kalau periode PSBB terus diperpanjang, nafas ekonomi sebagian besar dunia usaha termasuk BUMN akan semakin sulit. Maka new normal memberikan harapan baru bagi kembalinya nafas ekonomi. Sepanjang lokasi kantor ada di zona hijau dan protokol covid dijalankan dengan ketat, saya kira kebijakan ini bisa ditoleransi.

Pemberlakuan new normal pada akhirnya memang harus diberlakukan dengan beberapa syarat dan ketentuan yang berlaku ketat. Intinya ekonomi diupayakan bergerak secara gradual sambil menjalankan protokol new normal dengan ketat, law enforcement diberlakukan tegas dan konsisten. Sektor ekonomi yang paling dibutuhkan masyarakat harus mendapat prioritas, yakni kebutuhan dasar seperti makanan dan kesehatan. Hanya saja, pemerintah pun harus lebih mengantisipasi ketidak disiplinan masyarakat dan pelaku usaha.

Pemerintah memilih untuk menerapkan tatanan kehidupan normal baru atau new normal saat masih bertarung dengan pandemi virus Corona (COVID-19). Meski menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, keputusan ini diambil demi memulihkan kondisi ekonomi. Pandemi yang mengancam kesehatan jika disandingkan dengan sosial-ekonomi seperti dua sisi mata uang yang selalu beriringan. Ketika sektor kesehatan terancam, maka sisi ekonomi ikut terhantam. Itulah, sejatinya yang saat ini kita rasakan secara kolektif.

Oleh karena itu new normal ini menjadi sangat perlu dan penting. New normal seperti kita ketahui tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi negara lain juga sudah membuka dan melakukan hal yang sama. Semua itu terus dilakukan sampai vaksin nanti ditemukan. Supaya new normal ini berjalan dengan baik, tentu dibutuhkan juga kerja sama dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengikuti protokol kesehatan sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Presiden Joko Wododo.

Gagalnya New Normal

Melalui normal baru tentu protokol menggunakan masker, cuci tangan, kemudian tes temperatur dan yang lain, semua itu berlaku untuk semua sektor kehidupan bermasyarakat dan new normal itu butuh kerja sama yang erat dari segi medis, kesiapan medis untuk mengantisipasi segala persoalan. Kemudian dari segi masyarakat itu sendiri, kesiapan masyarakat dan kedisiplinan masyarakat. Kemudian dari sektor-sektor usaha itu sendiri, termasuk regulatornya kementerian dan lembaga.

Harapan-harapan kita terhadap new normal ini harus siap dengan kenyataan. Artinya, jika era new normal memang bisa mendorong perekonomian meskipun sangat lambat. Selain itu, efek dari new normal ini juga tidak akan instan sehingga tidak bisa langsung mendorong laju pertumbuhan ekonomi selajutnya.

Artinya, ekonomi RI masih bisa baik namun bukan berarti akan terus selamanya berjalan mulus. Sebab jika situasi seperti ini terus berlanjut ekonomi Indonesia bisa tumbuh minus di kuartal II-2020 mendatang. Apalagi jika kebijakan penetapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terus dijalankan. Maka bukan tidak mungkin ekonomi akan tumbuh negatif karena tidak ada kegiatan ekonomi yang dilakukan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2020 masih sangat berprospek akan minus. Sekiranya bisa kita simpulkan bahwa memasuki era new normal membutuhkan proses. Belajar dari beberapa negara bahkan sudah mulai menghindari situasi buruk ini. Salah satu buktinya adalah dengan membuka kembali negaranya dari kebijakan lockdown (penguncian).

Memang tidak mudah karena pandemi Covid-19 belum berakhir. Indonesia pun kini bersiap untuk menjalani new normal dengan melakukan transisi pembukaan PSBB pada beberapa daerah. Proses transisi ini dilakukan pada daerah-daerah yang kurvanya sudah mulai turun.

Meskipun begitu, Indonesia perlu berhati-hati ketika membuka kembali aktivitas sosial ekonominya. Sebab jangan sampai gelombang kedua akan datang dan justru bisa semakin memperburuk perekonomian negara. Bisa kita ketahui bersama bahwa melalui new normal ini ada yang gagal di tahap awal sehingga harus di-lockdown lagi seperti terjadi Beijing, Tiongkok dan Seoul di Korea Selatan. Wajar adanya, jika negara kita Indonesia sangat berhati-hati dalam menerapkan new normal kali ini dengan tetap berpijak pada protokol kesehatan.(*)

0 komentar:

Posting Komentar